Kenali Perilaku Impulsive Buying, Penyebab, dan Cara Mengatasinya
29 Juli 2024 | Tim Bank Mega Syariah
Pernah mendengar istilah impulse buying? Sederhananya, impulsive buying adalah perilaku pembelian sesuatu secara spontan tanpa perencanaan sebelumnya. Hal ini sering terjadi ketika seseorang merasa tergoda oleh promosi, diskon, atau produk yang menarik.
Meskipun sesekali melakukan pembelian impulsif tidak selalu buruk, kebiasaan ini dapat merusak anggaran dan menyebabkan penyesalan di kemudian hari, lho!
Untuk itu, demi menjaga kesehatan finansial, mari kenali perilaku impulse buying, penyebabnya, dan cara mengatasinya pada artikel berikut ini!
Apa Itu Impulsive Buying?
Impulse buying atau impulse buying adalah tindakan membeli barang atau jasa tanpa perencanaan atau pertimbangan matang sebelumnya. Seringnya keputusan berbelanja secara mendadak berdasarkan emosional dan perasaan tanpa sadar.
Pembelian ini biasanya dipicu oleh dorongan emosional dan dapat terjadi di berbagai situasi, seperti saat berbelanja di mall, browsing online, atau melihat iklan di media sosial.
Contoh impulsive buying yang paling mudah ditemukan saat Anda sedang berbelanja online. Jika menemukan toko online yang sedang flash sale atau diskon gila-gilaan, tanpa berpikir dua kali Anda segera membeli produknya.
Namun tanpa sadar, ternyata produk tersebut belum terlalu berguna atau dibutuhkan sehingga hanya tersimpan begitu saja.
Perilaku impulse buying atau impulsive buying akan berdampak buruk bagi kesehatan finansial bila tak terkontrol dengan benar, bahkan akan menimbulkan kebiasaan boros.
Ciri-ciri Perilaku Impulsif Buying
Perilaku impulsif buying sering kali sulit diidentifikasi karena terjadi secara spontan dan dipengaruhi oleh dorongan emosional. Namun, walaupun didasarkan pada keputusan spontan, tetapi tidak semua aktivitas berbelanja secara mendadak termasuk impulsive buying.
Terdapat beberapa ciri-ciri yang dapat membantu Anda mengenali apakah Anda atau orang di sekitar Anda cenderung melakukan pembelian impulsif. Berikut adalah beberapa ciri-ciri perilaku impulsif buying:
Pembelian dilakukan tanpa adanya rencana atau daftar belanja sebelumnya. Barang atau jasa yang dibeli sering kali tidak ada dalam daftar kebutuhan sehari-har. Mungkin hanya digunakan sekali atau bahkan tidak pernah digunakan sama sekali.
Keputusan untuk membeli barang diambil dengan cepat dan tanpa pertimbangan matang. Biasanya, keputusan ini didorong oleh dorongan sesaat, atau berkedok self reward.
Tergoda untuk membeli barang karena adanya diskon, penawaran khusus, atau promosi terbatas. Perasaan bahwa kesempatan tersebut tidak boleh dilewatkan sering kali menjadi alasan utama pembelian.
Setelah melakukan pembelian, sering kali muncul perasaan menyesal atau merasa bersalah. Hal ini disebabkan oleh kesadaran bahwa pembelian tersebut tidak diperlukan atau mengganggu anggaran.
Membeli barang sebagai cara untuk mengatasi perasaan negatif seperti stres, kesedihan, atau kebosanan. Pembelian impulsif sering kali menjadi pelarian dari masalah emosional.
Sulit mengontrol pengeluaran saat berbelanja. Meskipun berencana untuk hanya membeli satu atau dua barang, akhirnya membeli lebih banyak dari yang direncanakan.
Terpengaruh oleh teman, keluarga, atau iklan di media sosial. Melihat orang lain membeli barang tertentu atau melihat promosi di media sosial dapat memicu keinginan untuk membeli.
Memiliki banyak barang di rumah yang jarang atau tidak pernah digunakan. Barang-barang ini biasanya adalah hasil dari pembelian impulsif.
Penyebab Impulsive Buying
Bukan tanpa alasan kenapa Anda jadi berperilaku impulse buying. Ternyata ada beberapa faktor yang menyebabkan perilaku impulse buying, di antaranya sebagai berikut.
1. Strategi Marketing
Faktor yang paling sering memicu perilaku impulsive buying karena strategi marketing produk tersebut. Untuk menarik perhatian konsumen, tim marketing berstrategi memberikan diskon, cashback, dan promo lainnya.
Penawaran diskon, promosi, dan penawaran terbatas seringkali membuat orang merasa harus membeli sekarang juga untuk mendapatkan harga terbaik.
2. Faktor Emosional
Faktor lain yang cukup fundamental dalam memicu timbulnya perilaku impulsive buying datang dari diri sendiri. Seringkali, perasaan seperti kebahagiaan, kesedihan, atau stres dapat memicu impulse buying. Membeli sesuatu dapat memberikan kepuasan sementara dan mengalihkan perhatian dari emosi negatif.
Dorongan gengsi atau FOMO untuk membeli barang atau jasa tertentu karena sedang tren di masyarakat. Terkadang, pembelian bertujuan untuk membuat citra diri sendiri dan popularitas di tengah pertemanan.
3. Produk dan Desain Toko
Faktor keberagaman produk turut mempengaruhi perilaku impulsive buying. Misalnya saja varian produk, tampilan kemasan yang unik dan menarik hingga keterbatasan produksi.
Penataan produk yang menarik, pencahayaan, dan musik di toko dapat mempengaruhi mood dan meningkatkan keinginan untuk membeli. Dengan faktor-faktor tersebut, konsumen terpicu untuk membeli produk karena langka atau karena kemasannya unik.
4. Faktor Geografis dan Budaya
Ternyata faktor geografis dan budaya cukup mempengaruhi timbulnya perilaku belanja dadakan tanpa berpikir dua kali. Pasalnya wilayah yang memiliki aspek geografis dan budaya mandiri tinggi cenderung lebih mudah belanja impulsif.
Hal tersebut lantaran masyarakat di wilayah tersebut memiliki cara pengelolaan stres sebisa mungkin tanpa bantuan orang lain.
5. Pengaruh Sosial dan Kemudahan Akses
Melihat teman atau orang lain membeli barang tertentu dapat memicu keinginan untuk ikut membeli. Media sosial juga berperan besar dalam mempengaruhi perilaku ini.
Apalagi didukung oleh kemajuan teknologi memudahkan orang untuk berbelanja kapan saja dan di mana saja, meningkatkan peluang untuk impulse buying.
Dampak Negatif Perilaku Impulse Buying
Perilaku impulse buying yang dibiarkan begitu saja akan berakibat fatal untuk kondisi kesehatan mental dan finansial. Adapun dampak negatifnya antara lain:
Menimbulkan perilaku boros
Menyimpan banyak barang tak terpakai di rumah
Mendorong diri sendiri ke dalam jurang tagihan kartu kredit, paylater, pinjaman online, dan sejenisnya
Menimbulkan kekacauan kontrol finansial karena sulitnya menyusun dan menerapkan perencanaan keuangan
Cara Mengatasi Impulse Buying
Saat mendeteksi adanya gejala dan kebiasaan belanja impulsif di dalam diri sendiri, penting itu mulai mengetahui cara mengatasinya. Tak perlu khawatir sebab ada beberapa langkah untuk mengatasi kebiasaan tersebut agar tidak berdampak pada kondisi finansial dan kesehatan.
Berikut ini cara mengatasi impulse buying:
Menyusun Skala Prioritas Kebutuhan
Rutin menyusun skala prioritas kebutuhan sebelum belanja bulanan. Artinya setiap bulan Anda tetap perlu menyusun apa saja kebutuhan sehari-hari.
Sebelum membeli sesuatu, tanyakan pada diri sendiri apakah barang tersebut benar-benar diperlukan atau hanya keinginan sesaat. Tujuannya agar Anda bisa mengontrol aktivitas belanja sehari-hari dan membuat keputusan yang lebih rasional.
Bedakan antara Kebutuhan dan Keinginan
Sebelum berbelanja, buat daftar barang yang benar-benar Anda butuhkan dan patuhi daftar tersebut. Hal tersebut sangat membantu Anda tetap fokus dan menghindari pembelian yang tidak perlu.
Tentukan mana yang menjadi kebutuhan (needs) dan keinginan (wants). Pisahkan dengan tegas dengan pertimbangkan yang matang.
Gunakan Satu Aplikasi Belanja Online
Kehadiran platform belanja online memberikan banyak keuntungan dan kemudahan berbelanja. Akan tetapi, bila tak terkontrol tentu memicu kebiasaan belanja impulsif.
Oleh karena itu, disarankan untuk menggunakan satu platform atau aplikasi belanja online saja.
Batasi Transaksi Online dan Kartu Kredit
Di samping berbelanja online kebiasaan transaksi online juga turut memudahkan Anda bertransaksi tanpa perlu mempersiapkan uang tunai dalam jumlah besar. Akan tetapi, karena kemudahan transaksi online tersebut justru membuat Anda jadi lebih gampang melakukan transaksi tanpa perhitungan yang cermat.
Jadi, alangkah lebih bijaknya bila Anda membatasi transaksi menggunakan kartu kredit atau transaksi online.
Hentikan Penggunaan Fitur Paylater
Hampir seluruh e-commerce, market place, dan platform online lainnya telah menyediakan layanan dan fitur paylater. Secara harfiah, paylater adalah layanan pembelian yang bisa dilakukan sekarang namun bayarnya nanti saat tertagih mendapatkan invoice tagihan.
Keasikan check out menggunakan paylater ini justru menimbulkan kebiasaan belanja impulsif. Hal tersebut karena pikiran Anda berpikir dapat memiliki barang tersebut tanpa bayar sekarang.
Karena keasikan belanja menggunakan fitur paylater, tanpa sadar saat mendapatkan invoice tagihan jumlahnya jadi membengkak.
Hindari Pemicu
Identifikasi situasi atau tempat yang sering memicu impulse buying, seperti pusat perbelanjaan atau situs belanja online. Cobalah untuk menghindari tempat-tempat ini jika tidak ada kebutuhan mendesak.
Jika impulse buying dipicu oleh emosi, cari cara lain untuk mengatasi perasaan tersebut, seperti berolahraga, meditasi, atau berbicara dengan teman.
Belajar dari Pengalaman
Jika Anda merasa menyesal setelah melakukan pembelian impulsif, gunakan pengalaman tersebut sebagai pelajaran untuk membuat keputusan yang lebih baik di masa depan.
Catat setiap pengeluaran Anda, baik besar maupun kecil. Dengan begitu, Anda pun dapat melihat pola pengeluaran dan mengidentifikasi area di mana Anda sering melakukan pembelian impulsif.
Simpan Dana di Deposito untuk Kurangi Kebiasan Impulsif
Impulse buying adalah perilaku umum yang dapat berdampak negatif pada keuangan jika tidak dikendalikan.
Dengan memahami penyebabnya dan menerapkan strategi untuk mengatasinya, Anda dapat mengurangi pembelian impulsif dan membuat keputusan belanja yang lebih bijaksana. Ingatlah bahwa disiplin dan perencanaan adalah kunci untuk menjaga kesehatan finansial Anda.
Menabung dan berinvestasi di deposito berjangka dapat menjadi salah satu strategi yang efektif untuk mengatasi perilaku impulsif buying. Berikut ini alasannya:
Saat Anda menempatkan dana di deposito, uang tersebut akan "terkunci" hingga jangka waktu tersebut berakhir. Hal ini berarti Anda tidak dapat menarik dana tersebut kapan saja seperti tabungan biasa, sehingga mengurangi godaan untuk menggunakannya untuk pembelian impulsif.
Tak hanya itu, Anda secara otomatis menciptakan batasan finansial terhadap uang yang tersedia untuk pengeluaran sehari-hari. Batasan ini memaksa Anda untuk lebih selektif dan berhati-hati dalam mengeluarkan uang, karena dana yang bisa digunakan langsung menjadi lebih terbatas.
Menabung di deposito membutuhkan disiplin karena Anda harus menyisihkan sejumlah uang secara rutin untuk dimasukkan ke dalam deposito. Disiplin ini dapat melatih Anda untuk lebih berhati-hati dalam mengelola keuangan dan mengurangi kebiasaan belanja impulsif.
Jangan lupa bahwa deposito menawarkan bagi hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan tabungan biasa. Imbal hasil yang diperoleh dari deposito dapat menjadi insentif tambahan untuk menyimpan uang daripada menghabiskannya secara impulsif.
Jadi, saat Anda memiliki sisa uang dari pendapatan bulanan, langkah lebih baiknya untuk menyimpan uang tersebut ke dalam bentuk deposito syariah. Deposito Berkah Digital menawarkan pengajuan deposito mudah secara digital melalui aplikasi M-Syariah. Setoran awalnya ringan mulai dari Rp1 juta.
Adapun jangka waktu penyimpanan dana deposito bervariatif mulai dari 1 bulan, 3, 6, hingga 12 bulan.
Yuk, tinggalkan kebiasaan impulse buying dan mulai perilaku disiplin keuangan bersama produk-produk Bank Mega Syariah!