18 Agustus 2025 | Tim Bank Mega Syariah
Kabar bahagia untuk masyarakat bahwa per Juli 2025 kemarin Bank Indonesia (BI) secara resmi menurunkan suku bunga acuan. Kisaran suku bunga Bank Indonesia 2025 saat ini berada di angka 5,25%.
Berangkat dari nilai suku bunga acuan dua bulan terakhir yang masih stagnan di angka 5,50%, penurunan suku bunga ini cukup menjadi angin segar bagi perekonomian Indonesia. Bahkan Gubernur BI Perry Warjiyo pada CNBC Indonesia mengutarakan kalau penurunan suku bunga ini menjadi langkah penting untuk pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Bersumber dari website resmi Bank Indonesia, rapat dewan gubernur (RDG) yang dilaksanakan pada tanggal 15 dan 16 Juli 2025 menghasilkan keputusan penurunan suku bunga atau BI rate untuk kuartal ketiga di tahun 2025 ini.
Suku bunga acuan BI di dua bulan terakhir stagnan berada di angka 5,50%, sedangkan di sejak bulan Juli 2025 turun 25 bps menjadi 5,25%. Lalu disusul suku bunga deposit facility menjadi 4,50% dan suku bunga lending facility menjadi 6,00%.
Dibalik penurunan kisaran suku bunga Bank Indonesia 2025 ini merujuk pada konsistensi prakiraan inflasi tahun 2025 dan 2026 yang dinilai semakin rendah dengan sasaran 2,5±1%. Ditambah terjaganya stabilitas nilai tukar rupiah dan upaya untuk terus mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Di sisi lain, target pertumbuhan ekonomi akan pulih pada semester kedua tahun 2025 menjadi alasan yang fundamental. Bagaimana tidak, di kuartal pertama 2025 saja nilai persentasenya sudah tertekan di angka 4,87%. Oleh karena itu, target di akhir tahun ini bisa tumbuh mencapai angka 5,4%.
BI rate atau suku bunga adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada suku bunga acuan yang ditetapkan Bank Indonesia sebentuk dari kebijakan moneter guna mengendalikan inflasi sehingga stabilitas ekonomi terjaga.
Dahulu, istilah yang digunakan adalah BI-7 Day Reverse Repo Rate atau BI7DRR. Namun sejak 21 Desember 2023 istilah yang digunakan berganti dengan BI rate. Walaupun namanya berubah, akan tetapi pemahamannya dan mekanismenya sama yakni merujuk pada data transaksi reverse repo tenor 7 hari yang dilaksanakan Bank Indonesia.
Tujuan BI rate adalah menginformasikan arah kebijakan moneter terkini dengan data lebih jelas kepada pelaku pasar. Dengan data tersebut, maka dapat memengaruhi besaran suku bunga di pasar uang, suku bunga pinjaman bank, hingga di sektor riil.
Sementara itu, empat fungsi suku bunga acuan di antaranya:
Mengendalikan inflasi dengan cara mengatur suku bunga agar dapat memengaruhi kebiasaan belanja masyarakat.
Menjadi kompas pertumbuhan ekonomi karena memengaruhi secara langsung kegiatan pinjam-meminjam di sektor usaha.
Membawa pengaruh terhadap kebiasaan konsumsi masyarakat khususnya konsumsi rumah tangga.
Menjadi tolok ukur untuk menetapkan nilai suku bunga di pasar uang, terutama suku bunga deposito dan kredit.
Masyarakat awam hanya mengetahui bahwa pengaruh suku bunga hanya sebatas bunga yang dibebankan pada kegiatan kredit atau pinjaman saja. Padahal kebijakan penurunan BI rate ini juga berdampak terhadap nilai investasi hingga kehidupan sehari-hari di masyarakat. Mari memahami apa saja efek penurunan suku bunga dari Bank Indonesia terhadap kondisi ekonomi.
Ketika Bank Indonesia menurunkan suku bunga, secara tidak langsung bunga kredit yang bank berikan kepada masyarakat pun ikut turun. Dengan begitu, masyarakat lebih mudah menjangkau fasilitas pembiayaan dari perusahaan perbankan untuk kebutuhan konsumtif. Beberapa di antaranya kredit barang elektronik, kredit kendaraan hingga KPR.
Sejalan dengan meningkatnya konsumsi masyarakat, dari segi pemilik usaha atau wirausaha pun akan diuntungkan. Sebab angka penjualan mereka berpeluang melonjak karena kemudahan masyarakat untuk membelinya.
Bagi para pengusaha, penurunan suku bunga BI ini menjadi angin segar. Mereka dapat menghemat jutaan sampai miliaran rupiah ketika suku bunga turun.
Untuk memahaminya, anggaplah suatu perusahaan harus membayar bunga obligasi sebesar Rp 10 triliun sebesar 9% kini turun menjadi 7%. Meski terlihat kecil dari segi persentase, bisa jadi 2% selisih dari bunga tersebut senilai Rp 200 miliaran.
Sementara dari segi perbankan, perusahaan berkesempatan meningkatkan laba dengan penurunan suku bunga tersebut. Kok bisa? Sebab ketika suku bunga menurun, maka masyarakat lebih percaya diri untuk memanfaatkan fasilitas keuangan pembiayaan atau kredit.
Efek positif lainnya dari segi pasar saham. Pada saat suku bunga menurun, para investor menangkap sinyal bahwa kondisi perekonomian mendukung ekspansi. Dengan kondisi tersebut maka minat terhadap saham ikut meningkat. Efek domino yang diberikan atas penurunan BI rate ini juga terasa pada pasar modal.
Mari lebih detail lagi membahas tentang manfaat penurunan suku bunga dari sisi investor. Sebab Anda pun bisa jadi investor dengan menjaga nilai aset kekayaan melalui instrumen investasi.
Penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) menjadi 5,25% disertai turunnya tarif resiprokal antara Indonesia dan Amerika Serikat memberikan dorongan positif bagi pasar modal. Kebijakan ini dinilai dapat memperkuat likuiditas, mendorong konsumsi, dan meningkatkan daya saing ekspor nasional, sehingga memperbaiki prospek pertumbuhan ekonomi.
Sentimen positif ini membuat pelaku pasar semakin optimistis terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam jangka menengah, terutama di tengah harapan peningkatan permintaan global terhadap produk Indonesia.
Secara teknikal, indikator Moving Average Convergence Divergence (MACD) menunjukkan tren positif, dengan peluang penguatan berlanjut apabila IHSG mampu menembus level resistance di kisaran 7.200–7.250.
Namun, indikator Stochastic Relative Strength Index (RSI) yang berada di area overbought memberi sinyal potensi aksi ambil untung dalam waktu dekat. Apabila IHSG gagal menembus resistance tersebut, tekanan jual jangka pendek berisiko muncul.
Oleh karena itu, investor disarankan tetap selektif dalam memilih saham serta mewaspadai perkembangan sentimen global, termasuk inflasi di Eropa dan data penjualan ritel Amerika Serikat.
Penurunan BI rate memberikan dorongan signifikan pada performa reksadana yang berfokus pada instrumen obligasi. Turunnya suku bunga mendorong kenaikan harga obligasi, yang pada akhirnya meningkatkan Nilai Aktiva Bersih (NAV) reksadana. Situasi ini membuka peluang imbal hasil yang menarik, baik bagi investor lama maupun mereka yang baru mulai berinvestasi.
Secara historis, penurunan suku bunga kerap diiringi oleh meningkatnya arus modal asing menuju pasar obligasi di negara berkembang. Kenaikan indeks obligasi serta masuknya dana asing menjadi sinyal kuat bahwa sektor ini tengah berada dalam fase pertumbuhan yang positif.
Turunnya suku bunga menciptakan peluang ekspansi bagi sektor-sektor yang peka terhadap perubahan biaya pendanaan. Industri seperti perbankan, properti, konsumer non-primer, serta infrastruktur digital berpotensi meraih keuntungan dari meningkatnya aktivitas konsumsi dan arus investasi.
Dengan adanya tren pelonggaran moneter secara global, pelaku pasar dapat merancang strategi jangka pendek pada sektor yang bergantung pada bunga, sambil tetap melirik prospek jangka panjang di sektor seperti energi terbarukan.
Kondisi ekonomi yang stabil serta bertambahnya likuiditas di dalam negeri semakin memperkokoh posisi pasar saham Indonesia sebagai destinasi investasi yang menarik.
Di tengah situasi penurunan suku bunga, inilah momen yang tepat bagi Anda untuk mengamankan dan mengembangkan aset kekayaan melalui instrumen investasi reksadana syariah.
Dengan potensi imbal hasil yang kompetitif dan prinsip pengelolaan yang sesuai syariat, reksadana syariah tidak hanya memberikan peluang pertumbuhan nilai aset, tetapi juga menjaga ketenangan hati Anda.
Manfaatkan kondisi pasar yang kondusif ini untuk mulai berinvestasi secara bijak, sehingga kekayaan Anda dapat terus berkembang dengan risiko yang terukur dan keberkahan yang terjaga.
Salah satu keuntungan berinvestasi melalui instrumen Reksadana Syariah adalah kemudahannya bagi nasabah untuk masuk ke pasar modal tanpa harus mengelola investasi secara langsung.
Seluruh proses, mulai dari pemilihan instrumen hingga pengelolaan portofolio, ditangani oleh Manajer Investasi profesional yang berpengalaman. Dengan sistem ini, Anda tidak perlu repot memantau pergerakan pasar setiap saat, sehingga tetap bisa berinvestasi secara optimal meskipun memiliki keterbatasan waktu atau pengetahuan mendalam tentang pasar modal.
Selain itu, reksadana syariah juga memungkinkan investor untuk melakukan diversifikasi efek tanpa harus menyiapkan dana besar di awal.
Dengan modal yang relatif terjangkau, Anda sudah bisa memiliki portofolio yang tersebar pada berbagai instrumen sesuai prinsip syariah, sehingga risiko dapat lebih terkelola.
Strategi ini tidak hanya membantu mengefisiensikan waktu, tetapi juga menjaga nilai aset kekayaan Anda agar tetap tumbuh dan terlindungi dari dampak inflasi dalam jangka panjang.
Yuk, segera kunjungi kantor cabang terdekat Bank Mega Syariah untuk membuka investasi Reksadana Syariah!
Bagikan Berita