28 Juli 2025 | Tim Bank Mega Syariah
PPJB atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli adalah dokumen yang sering kali menyertai transaksi jual beli tanah maupun properti. Ketika Anda melakukan transaksi jual beli tanah, dokumen ini berfungsi sebagai bukti bahwa telah terjadi kesepakatan antara penjual dan pembeli sebelum proses balik nama sertifikat dilakukan.
PPJB sangat penting untuk menjamin legalitas dan keamanan transaksi properti Anda. Dalam konteks hukum di Indonesia, dokumen ini mengikat secara sah kedua belah pihak hingga syarat-syarat jual beli terpenuhi dan proses transaksi dinyatakan selesai.
Maka dari itu, penting bagi Anda untuk memahami lebih dalam mengenai apa itu PPJB, fungsi, dan cara pembuatannya agar tidak terjadi kesalahan atau kerugian di masa depan. Mari bahas lebih lanjut seluk-beluk PPJB dalam artikel ini.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016, PPJB adalah bentuk kesepakatan awal antara individu dengan pengembang dalam aktivitas pemasaran properti, yang dituangkan dalam perjanjian pengikatan jual beli sebelum adanya penandatanganan akta jual beli.
PPJB termasuk dokumen bersifat nonotentik, artinya dibuat secara pribadi oleh pihak penjual dan pembeli tanpa campur tangan notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), sehingga disebut juga sebagai perjanjian di bawah tangan.
Selain itu, dijelaskan bahwa PPJB merupakan bentuk komitmen antara pengembang dan calon pembeli dalam transaksi jual beli rumah atau unit rumah susun.
Perjanjian ini dapat dibuat sejak sebelum pembangunan dimulai (untuk rumah susun) atau saat proses pembangunan sedang berlangsung (untuk rumah tapak dan rumah deret), dan biasanya dituangkan dalam akta di hadapan notaris.
Merujuk pada ketentuan hukum yang tercantum dalam pasal terkait, PPJB secara umum dipahami sebagai bentuk perjanjian awal antara pihak yang berencana menjual dan pihak yang berniat membeli suatu objek, umumnya berupa aset tidak bergerak seperti tanah atau bangunan.
Peran utama PPJB adalah sebagai perjanjian pengikat kedua belah pihak. Calon penjual terikat untuk menjual barang atau hak miliknya kepada calon pembeli pada waktu yang telah disepakati. Di sisi lain, calon pembeli juga terikat untuk membeli barang atau hak tersebut sesuai dengan syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan bersama dalam perjanjian.
Dalam pembuatan dokumen Perjanjian Pengikatan Jual Beli ini, terdapat dua golongan atau dua jenis PPJB yaitu PPJB belum lunas dan PPJB lunas.
PPJB belum lunas adalah perjanjian awal yang dibuat ketika proses jual beli masih dalam tahap pembayaran, artinya harga barang atau properti yang diperjualbelikan belum sepenuhnya dilunasi.
Dalam jenis ini, isi perjanjian umumnya memuat komitmen atau janji dari kedua belah pihak untuk melanjutkan transaksi hingga pembayaran selesai.
Sementara itu, PPJB lunas adalah perjanjian pengikatan jual beli yang sudah diselesaikan secara pembayaran, namun belum dapat ditindaklanjuti dengan pembuatan akta jual beli di hadapan PPAT.
Hal ini biasanya disebabkan oleh proses administratif yang belum rampung, seperti pemecahan sertifikat atau kelengkapan dokumen legal lainnya.
Rumah tapak, rumah deret, maupun unit rumah susun yang masih berada dalam proses pembangunan dapat mulai ditawarkan kepada konsumen oleh pihak pengembang melalui mekanisme PPJB.
Namun, pelaksanaan sistem PPJB ini hanya dapat dilakukan jika telah terpenuhi sejumlah persyaratan yang menjamin kepastian hukum terhadap beberapa aspek berikut:
Kepemilikan sah atas lahan yang digunakan.
Kesepakatan yang menjadi isi perjanjian.
Ketersediaan infrastruktur, fasilitas, dan layanan publik.
Progres pembangunan fisik minimal telah mencapai 20%.
Di masyarakat, ketika melakukan jual beli properti biasanya istilah AJB atau Akta Jual Beli yang paling familier di telinga. Apakah AJB sama dengan dokumen legalitas PPJB? Berikut ini penjelasan selengkapnya.
Pada dasarnya, PPJB merupakan dokumen yang tergolong sebagai akta di bawah tangan dan tidak memiliki sifat otentik. Artinya, dokumen ini dibuat tanpa melibatkan notaris atau pejabat resmi lainnya, dan hanya diatur dalam peraturan pemerintah, bukan dalam bentuk undang-undang.
Meskipun demikian, PPJB tetap memiliki kekuatan mengikat secara hukum selama memuat unsur-unsur penting, seperti identitas lengkap penjual dan pembeli, hak dan kewajiban masing-masing pihak, serta uraian jelas mengenai objek transaksi yang diperjanjikan.
Sementara itu, Akta Jual Beli (AJB) merupakan dokumen yang bersifat otentik karena dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan memiliki kekuatan hukum yang sah secara penuh.
AJB menjadi bukti legal yang mengesahkan proses pemindahan hak atas properti dari penjual kepada pembeli. Dengan statusnya yang otentik, AJB dapat dijadikan alat bukti yang kuat dalam penyelesaian sengketa hukum apabila terjadi perselisihan di kemudian hari.
Jika dilihat dari waktu penggunaannya, PPJB umumnya disusun pada saat pembayaran cicilan awal untuk pembelian rumah dilakukan. Selain itu, dokumen ini juga dapat diterbitkan apabila status kepemilikan tanah atau properti yang diperjualbelikan belum bisa dialihkan secara resmi kepada pembeli.
Sementara itu, AJB disusun setelah seluruh kewajiban pembayaran dan persyaratan lain dalam PPJB telah diselesaikan. Dokumen inilah yang secara resmi menyelesaikan proses transaksi dan menjadi dasar hukum untuk mengalihkan hak kepemilikan properti dari penjual kepada pembeli.
Sebagai dokumen yang bersifat nonotentik, PPJB bisa disusun oleh penjual dan pembeli dengan melibatkan notaris, namun peran notaris dalam hal ini terbatas sebagai saksi atau pihak yang mengawasi proses pembuatan perjanjian.
Sebaliknya, AJB merupakan dokumen resmi yang hanya dapat diterbitkan oleh notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Keterlibatan keduanya diperlukan karena AJB memiliki status hukum otentik dan berfungsi sebagai dokumen sah untuk memindahkan hak kepemilikan properti dari penjual kepada pembeli.
Itulah informasi mengenai apa itu PPJB sebagai dokumen legalitas ketika Anda membeli tanah atau properti lengkap dengan perbedaannya dengan dokumen AJB.
Meski terdengar ribet, akan tetapi sebenarnya proses kepemilikan properti khususnya rumah saat ini terbilang cukup mudah. Mulai dari pengajuan KPR rumah hingga benar-benar sudah menempati rumah tersebut.
Manfaatkan pembiayaan KPR syariah Mega Syariah Flexi Home untuk membeli rumah baru, rumah lama, atau rumah take over. Nilai plafondnya sendiri mulai dari Rp 100 juta sampai Rp 2 miliar.
Untuk informasi selengkapnya silakan kunjungi website Bank Mega Syariah atau datang langsung ke kantor cabang terdekat.
Bagikan Berita