12 April 2025 | Tim Bank Mega Syariah
Apa itu jualah? Pertanyaan ini sering muncul saat Anda mendengar istilah yang berkaitan dengan hadiah atau imbalan dalam sebuah perlombaan atau sayembara.
Namun, konsep jualah tidak terbatas pada konteks kompetisi saja. Dalam dunia bisnis dan perjanjian syariah, jualah merujuk pada suatu bentuk akad atau kontrak yang melibatkan pemberian imbalan atas hasil pekerjaan tertentu.
Artikel ini akan mengajak Anda memahami lebih dalam tentang akad jualah, mulai dari definisi, dasar hukum, hingga manfaatnya, terutama bagi para pebisnis dan karyawan yang ingin menerapkan prinsip syariah dalam kegiatan profesional mereka.
Apa itu jualah? Secara umum, istilah ini menggambarkan bentuk transaksi yang berbasis janji imbalan atas pencapaian suatu hasil. Jualah merupakan salah satu bentuk akad dalam muamalah syariah yang melibatkan janji pemberian imbalan atas hasil tertentu dari suatu pekerjaan.
Menurut Fatwa DSN-MUI No. 62/DSN-MUI/XII/2007, jualah adalah bentuk komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan (iwadh) atas keberhasilan menyelesaikan suatu tugas atau mencapai hasil (natijah) yang telah ditentukan.
Pihak yang menjanjikan imbalan disebut jā’il, sementara pihak yang menyelesaikan tugas disebut maj’ūl lah. Akad ini bermanfaat dalam berbagai situasi, terutama ketika Anda membutuhkan hasil pekerjaan tanpa harus menetapkan siapa pelaksana sejak awal.
Ketika seseorang menghadapi kehilangan barang, biasanya ia berinisiatif membuat pengumuman dan menawarkan hadiah kepada siapa saja yang berhasil mengembalikannya. Praktik ini menunjukkan bagaimana jualah bekerja dalam kehidupan sehari-hari sebagai bentuk motivasi berbasis hasil.
Dalam bisnis, akad ini memberikan fleksibilitas karena tidak perlu menunjuk pelaksana secara langsung sejak awal, namun tetap bisa memberikan kompensasi jika tujuan tercapai. Maka, jualah dapat menjadi solusi cerdas untuk berbagai tantangan pekerjaan, baik di sektor formal maupun nonformal.
Dasar hukum akad jualah dapat ditemukan dalam beberapa dalil syar'i, salah satunya berasal dari hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu.
Ia menceritakan bahwa sekelompok sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah meminta jamuan kepada suatu kaum, namun ditolak. Tak lama kemudian, pemimpin kaum tersebut tersengat binatang berbisa.
Salah seorang sahabat meruqyah sang pemimpin dengan membaca Surah Al-Fatihah, namun sebelumnya mensyaratkan imbalan berupa bagian dari domba jika ruqyah itu berhasil. Setelah sembuh, pemimpin itu pun memberikan imbalan sebagaimana yang disepakati.
Ketika kejadian ini disampaikan kepada Nabi, beliau tidak menolaknya, bahkan meminta bagian dari domba tersebut. (HR. Bukhari No. 5736 dan Muslim No. 2201). Disebutkan pula bahwa Abu Sa’id membacakan Al-Fatihah sebanyak tiga kali, dan berkat izin Allah, orang yang diruqyah pun sembuh. Akhirnya, para sahabat memperoleh 30 ekor domba sebagai imbalan, sesuai jumlah mereka saat itu.
Dalil lain yang mendukung akad jualah tercantum dalam Al-Qur'an Surah Yusuf ayat 72:
قَالُوْا نَفْقِدُ صُوَاعَ الْمَلِكِ وَلِمَنْ جَاۤءَ بِهٖ حِمْلُ بَعِيْرٍ وَّاَنَا۠ بِهٖ زَعِيْمٌ ٧٢
qâlû nafqidu shuwâ‘al-maliki wa liman jâ'a bihî ḫimlu ba‘îriw wa ana bihî za‘îm
Artinya: Mereka menjawab, “Kami kehilangan cawan raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh (bahan makanan seberat) beban unta dan aku jamin itu.”
Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa akad jualah di Indonesia telah diatur dalam Fatwa DSN-MUI (Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia). Untuk melaksanakannya ada sejumlah ketentuan yang perlu diperhatikan, di antaranya:
Adapun rukun akad jualah di antaranya sebagai berikut.
Rukun pertama dalam akad jualah adalah adanya pekerjaan (‘amal) yang bersifat halal dan memiliki kejelasan tujuan. Pekerjaan tersebut tidak boleh berkaitan dengan hal-hal yang dilarang dalam syariat Islam, seperti mencuri, berjudi, membunuh, praktik perdukunan, atau terlibat dalam bisnis yang merugikan dan menzalimi sesama muslim.
Ju’al merupakan komponen penting dalam akad jualah, yaitu imbalan yang ditetapkan secara tegas dan tidak mengandung unsur ketidakjelasan. Misalnya, Anda tidak boleh mengatakan, “Siapa pun yang menemukan mobil saya akan mendapatkan hadiah menarik,” karena kalimat tersebut bersifat ambigu dan tidak menjelaskan apa bentuk imbalannya.
Imbalan juga harus berasal dari sumber yang halal, sehingga tidak boleh berupa barang haram seperti minuman keras, daging babi, atau barang curian. Kejelasan nilai dan objek imbalan akan menjadikan akad sah dan terhindar dari sengketa.
Rukun selanjutnya adalah ‘aaqid, yaitu para pihak yang terlibat dalam akad harus melakukannya secara sadar, tanpa adanya tekanan atau paksaan. Orang yang melakukan akad harus memahami peran dan tanggung jawab masing-masing.
Itu berarti, baik pihak yang menjanjikan imbalan maupun pihak yang menjalankan pekerjaan sudah mengetahui dan menyepakati isi perjanjian secara sukarela serta mampu secara hukum untuk melaksanakan akad tersebut.
Shighah merujuk pada pernyataan atau ucapan dalam akad yang harus jelas, lugas, dan mudah dipahami, serta menyatakan janji pemberian imbalan atas hasil pekerjaan yang telah ditentukan.
Contohnya adalah pernyataan seperti: “Siapa saja yang berhasil menghafal 20 juz Al-Qur’an dalam waktu satu tahun, akan diberikan imbalan berupa uang tunai sebesar Rp20 juta.” Redaksi seperti ini menunjukkan komitmen secara terang dan memenuhi syarat sahnya akad jualah dalam syariat Islam.
Dalam kegiatan berbisnis, pelaksanaan akad jualah ini bermanfaat untuk pemilik bisnis dan pegawainya. Bagi pebisnis, dengan adanya akad jualah maka risiko bisnisnya tidak ditanggung sendiri tetapi berbagi risiko dengan mitra usaha.
Adapun bagi pegawai, bentuk jualah dalam kegiatan usaha cukup jelas terlihat. Misalnya saja adanya tunjangan, insentif dan hadiah penghargaan di luar gaji pokok bila pegawai mencapai target tertentu.
Secara tidak langsung, manfaat akad jualah dalam kegiatan bisnis ini saling menjawab kebutuhan perekonomian dari sisi pemilik bisnis dan pegawainya.
Dengan prinsip berbagi keuntungan dan risiko melalui akad jualah, Bank Mega Syariah juga turut berbagi risiko dan profit kepada nasabahnya melalui Tabungan Berkah Utama iB yang tidak hanya terbatas pada nisbah bagi hasil yang kompetitif sesuai nominal tabungan, tetapi juga berbagai keuntungan tambahan seperti diskon menarik di merchant pilihan.
Jadi, tunggu apa lagi? Nikmati segala keuntungan dan kemudahan menabung di Bank Mega Syariah. Semoga bermanfaat!
Bagikan Berita