9 Mei 2024 | Tim Bank Mega Syariah
Sertifikat Hak Milik atau SHM adalah dokumen rumah yang bersifat rahasia dan penting untuk menunjukkan kepemilikan atas tanah atau bangunan. Selain SHM, istilah yang melekat saat membeli rumah adalah Hak Guna Bangun (HGB).
Dalam transaksi jual beli rumah, sertifikat rumah SHM menjadi dokumen penting untuk mengklaim bahwa rumah tersebut memang hak penjual. Saat terjadi transaksi jual beli rumah, maka sebaiknya langsung ubah nama kepemilikan SHM atas nama Anda.
Bila tidak segera diurus, Anda sulit mengklaim bahwa rumah tersebut memang milik Anda saat terjadi sengketa tanah. Mari mengetahui syarat dan prosedur pembuatan SHM.
Sertifikat Hak Milik (SHM) adalah salah satu jenis sertifikat tanah yang diakui dan diatur oleh hukum di Indonesia. Penjelasan mengenai SHM tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
Menurut peraturan tersebut, SHM adalah dokumen bukti kepemilikan paling tinggi dan paling kuat atas kepemilikan tanah dan/atau bangunan Dokumen tersebut dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Bisa dibilang, SHM menjadi bukti legalitas kepemilikan tanah atau bangunan, dalam hal ini rumah. Anda dapat menemukan beberapa informasi resmi dalam SHM, di antaranya:
Nama kepemilikan tanah atau bangunan
Luas tanah atau bangunan
Lokasi
Denah bentuk tanah atau bangunan
Tanggal penetapan sertifikat
Nama dan tanda tangan pejabat yang bertugas
Cap dan stempel sebagai bukti sah sertifikat
Itulah mengapa begitu Anda membeli rumah, segera lakukan balik nama SHM atas nama Anda ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) melalui jasa Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Saat membeli rumah, salah satu aspek yang harus diperhatikan yaitu bukti kepemilikan. Jika tidak memiliki SHM, properti yang kamu beli berpotensi adanya sengketa di masa depan.
Adapun beberapa fungsi dari SHM antara lain:
SHM adalah bukti paling kuat dan sah atas kepemilikan tanah atau properti. Dalam sertifikat tersebut, menyatakan bahwa pemegang sertifikat memiliki hak kepemilikan penuh atas tanah atau properti tersebut.
Jadi, SHM memberikan jaminan hukum tertinggi dan tidak terbatas oleh waktu.
SHM memberikan kepastian hukum bagi pemilik tanah atau properti. Artinya, hak-hak Anda sebagai pemilik memang diakui dan dilindungi oleh hukum.
Pada akhirnya, dokumen ini dapat mengurangi risiko sengketa atau klaim dari pihak lain.
SHM memudahkan proses jual beli tanah atau properti. Ketika properti dengan SHM dijual, pembeli dapat lebih percaya bahwa memang kepemilikan properti tersebut memang sah dan legal.
Selain itu, SHM juga mempermudah proses hipotek atau pinjaman dengan agunan tanah atau properti.
Tanah atau properti yang memiliki SHM cenderung memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Terutama jika dibandingkan dengan tanah yang tidak bersertifikat atau hanya memiliki sertifikat dengan status hukum yang lebih rendah, seperti Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atau Hak Pakai.
SHM dapat digunakan sebagai jaminan atau agunan untuk mendapatkan pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya.
Karena SHM memberikan kepastian hukum yang tinggi, lembaga keuangan lebih bersedia memberikan pinjaman dengan jaminan SHM.
Dengan adanya SHM, potensi konflik dan sengketa kepemilikan tanah dapat diminimalisir. SHM memberikan bukti yang kuat atas siapa pemilik sah dari tanah atau properti tersebut, sehingga mengurangi kemungkinan perselisihan.
Oleh karena itu, memiliki SHM adalah langkah penting bagi siapa pun yang ingin memastikan kepemilikan tanah atau properti diakui dan dilindungi secara hukum.
Ada beberapa syarat dokumen yang dibutuhkan untuk membuat SHM.
Namun, syarat pembuatan SHM untuk tanah atau bangunan baru belum bersertifikat dan balik nama SHM untuk jual beli dan ahli waris berbeda. Simak penjelasannya berikut ini:
Dokumen yang dibutuhkan untuk membuat SHM pada tanah dan/atau bangunan yang belum memiliki sertifikat di antaranya sebagai berikut:
Sertifikat HGB atau dokumen surat tanah asli lainnya
Identitas diri (KTP) dan kartu keluarga (KK)
Fotokopi Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
SPPT PBB
Surat pernyataan kepemilikan lahan
Dokumen yang dibutuhkan untuk balik nama SHM pada tanah dan/atau bangunan untuk ahli waris atau balik nama SHM karena aktivitas jual beli antara lain:
Sertifikat asli tanah
Akta Jual Beli (AJB) (untuk rumah jual beli)
Surat keterangan riwayat tanah
Surat keterangan tidak sengketa
Surat keterangan dari kelurahan
Surat keterangan waris (untuk ahli waris)
Surat kematian pewaris (untuk ahli waris)
Setelah semua persyaratan terpenuhi, BPN akan menerbitkan SHM atas nama pemilik tanah. Prosedur untuk mengajukan pembuatan atau balik nama SHM di antaranya sebagai berikut.
Untuk mendapatkan SHM, pemilik tanah harus melalui proses pengurusan di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Pastikan seluruh persyaratan dokumen telah lengkap Anda miliki.
Bawa semua dokumen tersebut ke kantor ATR/BPN setempat. Setibanya di sana Anda akan diminta untuk mengisi formulir pengajuan pembuatan SHM. Bila formulir tersebut telah diisi, serahkan formulir dan dokumen lainnya kepada petugas.
Petugas BPN akan memeriksa kelengkapan dokumen lalu memberikan tanda terima dokumen kepada Anda.
Proses selanjutnya yakni petugas BPN akan memeriksa lahan langsung untuk mengukur luas lahan.
Petugas BPN akan membuat dan mengesahkan surat ukur lahan tersebut. Kemudian mendokumentasikannya dan memetakan sebelum akhirnya ditandatangani oleh pejabat terkait.
Apabila dokumen surat ukur sudah ditandatangani oleh pejabat BPN yang berwenang. Proses pembuatan sertifikat berlanjut dengan proses penelitian yang dilakukan peneliti A. Tim peneliti A terdiri dari petugas BPN bersama lurah setempat.
Setelah tim peneliti A melakukan tinjauan dan penelitian. Petugas BPN akan menerbitkan data yuridis tanah dan memajangnya di kantor desa atau kantor kelurahan setempat.
Tujuan dari mengumumkan data yuridis tanah tersebut sebagai jaminan tidak ada yang mengklaim atau keberatan akan permohonan hak atas tanah tersebut dari pihak lain.
Setelah mengumumkan data yuridis tanah selama kurang lebih 30 sampai 60 hari namun tidak ada yang mengklaim data tersebut. BPN akan melanjutkan proses dengan menerbitkan SHM lahan tersebut.
Pemilik lahan membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah (BPHTB) berdasarkan luas tahan yang dimohonkan itu. Besaran biaya yang dibayar tergantung dari NJOP. Anda bisa melakukan pembayaran sejak surat ukur terbit.
Proses terakhir yakni menerbitkan sertifikat subseksi Pendaftaran Hak dan Informasi (PHI). Lalu Anda bisa mengambil sertifikat di kantor BPN.
Dari seluruh prosedur tersebut, waktu yang dibutuhkan untuk membuat SHM dari awal penyerahan dokumen hingga SHM di tangan Anda kurang lebih selama 6 bulan.
Itulah informasi mengenai Sertifikat Hak Milik (SHM) yang harus diketahui. Mengingat pentingnya dokumen satu ini, pastikan Anda memahaminya dengan baik, ya!
Yuk, wujudkan mimpi untuk memiliki rumah melalui Mega Syariah Flexi Home. Dengan fasilitas pembiayaan pemilikan rumah dengan plafon cukup besar hingga Rp5 miliar.
Setiap persyaratan dan prosedur pengajuan KPR ini menerapkan prinsip syariah yang bebas riba, denda apalagi biaya penalti.
Semoga informasi ini bermanfaat.
Bagikan Berita