16 Desember 2025 | Tim Bank Mega Syariah
_Web_Image.png)
Pernahkah Anda mendengar istilah Sertifikat Hak Pakai (SHP)? Istilah Sertifikat Hak Pakai tidak sepopuler Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) ataupun Sertifikat Hak Milik (SHM).
Sertifikat hak pakai adalah dokumen legalitas untuk memberikan kekuasaan kepada orang lain atau badan usaha untuk menggunakan dan memanfaatkan suatu tanah milik negara ataupun perorangan lainnya.
Sederhananya, seseorang yang memiliki SHP suatu lahan bisa memanfaatkan lahan tersebut untuk membangun gedung tanpa memindahkan kepemilikan tanah tersebut. Lantas, apa bedanya sertifikat hak pakai dengan hak guna bangunan?
Pemerintah sudah menetapkan ketentuan mengenai Sertifikat Hak Pakai sejak dulu. Dalam peraturan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, dalam Pasal 41 dijelaskan pengertian Sertifikat Hak Pakai (SHP).
Sertifikat Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanah.
Hak pakai yang diberikan pemilik tanah kepada pengguna tanah sudah ditetapkan di awal berapa lamanya dengan ketentuan pembayaran atau pemberian jasa dalam bentuk apapun.
Kadang kala Sertifikat Hak Pakai juga bisa diberikan secara cuma-cuma. Ini yang membedakan pemanfaatan Hak Pakai dengan sewa-menyewa, karena tidak ada keharusan untuk membayar sewa bulanan.
Pemilik tanah tetap diperbolehkan memberikan persyaratan tertentu kepada pihak yang menggunakan tanah namun tidak ada unsur pemerasan.
Manfaat Sertifikat Hak Pakai hanya benar-benar dirasakan oleh warga negara asing (WNA). WNA tidak diperbolehkan membeli dan memiliki properti dalam bentuk gedung atau lahan di Indonesia. Akan tetapi, mereka diperbolehkan memiliki Sertifikat Hak Pakai terhadap suatu properti.
Menurut website Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Sumatera Barat, berikut ini kelebihan dan kelemahan Sertifikat Hak Pakai.
Kelebihan Sertifikat Hak Pakai | Kelemahan Sertifikat Hak Pakai |
Warga Negara Asing boleh memiliki dokumen ini | Sertifikat tidak bisa diwariskan tanpa melalui proses hukum ulang |
Sertifikat digunakan untuk tanah milik negara dan milik perorangan | Periode pemanfaatan terbatas |
Biaya pembuatan sertifikat lebih murah daripada Sertifikat Hak Milik | Pemilik Sertifikat Hak Pakai tidak memiliki hak penuh atas properti tersebut |
Dasar hukum Sertifikat Hak Pakai bukan hanya berasal dari peraturan perundang-undangan, melainkan juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Atas Tanah dan Pendaftaran Tanah.
Dalam peraturan tersebut dijelaskan Sertifikat Hak Pakai berapa lama bisa digunakan, pihak yang bisa memanfaatkan Sertifikat Hak Pakai hingga apakah Sertifikat Hak Pakai bisa dijual. Berikut ini ketentuan-ketentuan yang berlaku berdasarkan PP Nomor 18 Tahun 2021 tersebut.
Baik menurut peraturan UU Nomor 5 Tahun 1960 maupun PP Nomor 18 Tahun 2021, kedua dasar hukum ini menyebutkan dengan jelas pihak yang bisa memanfaatkan Sertifikat Hak Pakai untuk mempergunakan lahan tersebut. Adapun SHP bisa diberikan kepada:
Warga Negara Indonesia.
Warga Negara Asing yang berkedudukan di Indonesia.
Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Badan hukum asing yang memiliki perwakilan di Indonesia.
Selain keempat pihak yang sudah tertulis dalam peraturan pemerintah, ada sejumlah pihak lain yang diperbolehkan memanfaatkan lahan bersertifikat hak pakai, di antaranya instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemerintah tingkat desa hingga perwakilan negara asing serta perwakilan badan internasional.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Atas Tanah dan Pendaftaran Tanah, Pasal 51 menjelaskan jenis status kepemilikan lahan atau tanah SHP yang bisa digunakan.
Dalam pasal tersebut, ayat (1) disebutkan tanah SHP yang bisa digunakan berdasarkan jangka waktu tertentu meliputi:
Tanah Negara.
Tanah Hak Milik.
Tanah Hak Pengelolaan.
Sementara untuk hak pakai tanah selama dipergunakan hanya berlaku untuk Tanah Negara dan Tanah Hak Pengelolaan.
Di dalam PP Nomor 18 Tahun 2021 Pasal 49 menyebutkan ada dua jenis hak pakai yakni hak pakai dengan jangka waktu dan hak pakai selama dipergunakan. Kedua jenis hak pakai ini berkaitan langsung dengan durasi pemakaian lahan bersertifikat hak pakai ini.
Kemudian dalam Pasal 52 dijelaskan secara terperinci jangka waktu yang diperbolehkan bagi pemegang SHP untuk memanfaatkan tanah tersebut. Dalam aturan tersebut tertulis bahwa:
Sertifikat Hak Pakai atas Tanah Negara dan Tanah Hak Pengelolaan dengan ketentuan jangka waktu maka maksimal pengelolaannya 30 tahun. Setelah masa pakainya habis, pemegang SHP bisa memperpanjang hingga 20 tahun dan kembali diperpanjang maksimal 30 tahun setelahnya.
Sementara Sertifikat Hak Pakai atas Tanah Negara dan Tanah Hak Pengelolaan dengan ketentuan selama dipergunakan bisa dimanfaatkan tanpa batas waktu yang ditentukan selama masih digunakan dan dimanfaatkan.
Sertifikat Hak Pakai atas Hak Milik memiliki jangka waktu pemakaian maksimal selama 30 tahun. Jenis sertifikat ini bisa diperbarui melalui akta pemberian hak pakai atas Tanah Hak Milik tersebut.
Setelah seluruh perjanjian SHP berakhir, maka tanah hak pakai akan kembali dikuasai dan dikelola oleh negara atau Tanah Hak Pengelolaan.
Sertifikat Hak Pakai tidak bisa dijual oleh pemegang kuasa saat ini. Aturan ini tertuang dalam PP No. 18 Tahun 2021 Pasal 60. Dalam Pasal 60 Ayat 3 dijelaskan kalau hak pakai selama digunakan tidak dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan, tidak dapat beralih, dialihkan kepada pihak lain, atau diubah haknya.
Kendati demikian, dalam Ayat 2 dan 4 dijelaskan kalau hak pakai dalam jangka waktu ataupun hak pakai selama dipergunakan bisa beralih ke pihak lain selama memenuhi syarat. Perubahan tersebut dilaksanakan di depan pejabat berwenang yang kemudian dilaporkan kepada Menteri.
Fakta mengejutkan bahwa Sertifikat Hak Pakai bisa berubah menjadi Hak Milik. Aturan ini diatur dalam Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertahanan Nasional tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah untuk Rumah Tinggal.
Dalam keputusan menteri tersebut, Pasal 1 disebutkan kalau Hak Pakai atau Hak Guna Bangunan atas tanah yang digunakan untuk rumah tinggal dengan kepemilikan perorangan WNI dengan luas 600 meter persegi ataupun kurang, atas permohonan yang bersangkutan dihapus dan diberikan kembali kepada bekas pemegang haknya dengan Hak Milik.
Untuk pemindahan status sertifikat tersebut menjadi Sertifikat Hak Milik, penerima hak tersebut harus membayar sejumlah uang pemasukan kepada negara sesuai ketentuan yang berlaku.
Namun lebih amannya, lebih baik membeli properti dalam bentuk rumah impian dengan memanfaatkan KPR alias kredit pemilikan rumah.
Supaya terbebas dari bunga dan riba, pilih Mega Syariah Flexi Home sebagai fasilitas pembiayaan untuk membeli rumah impian dengan status kepemilikan Sertifikat Hak Milik.
Plafon Mega Syariah Flexi Home cukup besar sampai Rp 5 miliar. Pengajuan pembiayaan Mega Syariah Flexi Home mudah diajukan dan bebas biaya provisi.
Bagaimana cara perhitungan tempo pelunasan pembiayaannya? Cek selengkapnya di website Bank Mega Syariah ataupun datang langsung ke kantor cabang bank terdekat.
Bagikan Berita