11 April 2025 | Tim Bank Mega Syariah
Tahukah Anda perbedaan take home pay dan gaji? Sering kali banyak orang menganggap keduanya sama, padahal jika diperhatikan lebih dalam, komponen perhitungannya sudah menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan.
Take home pay mengacu pada jumlah penghasilan bersih yang diterima karyawan setelah dipotong berbagai kewajiban, sedangkan gaji umumnya mengacu pada penghasilan kotor yang belum dikurangi potongan apa pun.
Pemahaman yang keliru tentang dua istilah ini dapat memengaruhi ekspektasi terhadap jumlah uang yang benar-benar diterima setiap bulan.
Untuk mengetahui nominalnya secara akurat, penting memahami struktur penghasilan, termasuk gaji pokok, tunjangan, serta potongan seperti pajak dan iuran jaminan sosial.
Dengan begitu, karyawan bisa memiliki gambaran realistis terhadap pendapatan yang diterima dan dapat mengatur keuangan pribadi secara lebih efektif.
Gaji pokok merupakan salah satu komponen dari penghasilan karyawan dan ditentukan berdasarkan jabatan, tanggung jawab, serta tingkat pekerjaan.
Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, nilai gaji pokok minimal mencapai 75% dari total gaji pokok dan tunjangan tetap. Artinya, meski gaji pokok menjadi dasar utama, namun masih ada tambahan berupa tunjangan yang memengaruhi total pendapatan karyawan.
Sebaliknya, take home pay tidak hanya mencakup pendapatan rutin seperti gaji pokok dan tunjangan tetap, tapi juga bisa meliputi pendapatan insidentil seperti bonus atau uang lembur.
Pendapatan insidentil bersifat tidak tetap dan tergantung pada faktor tertentu seperti performa kerja atau kondisi keuangan perusahaan.
Setelah digabungkan, total penghasilan karyawan tersebut akan dikurangi dengan sejumlah potongan seperti iuran BPJS, pajak penghasilan (PPh 21), dan kewajiban lain seperti cicilan pinjaman ke perusahaan.
Hasil akhir dari proses tersebut adalah nominal bersih yang diterima karyawan setiap bulan, atau yang biasa disebut take home pay.
Dalam penghitungan take home pay, umumnya terdapat tiga komponen utama yang menjadi dasar perhitungan: pendapatan rutin, pendapatan insidentil, serta berbagai potongan gaji.
Meski demikian, masih ada beberapa faktor lain yang juga ikut menentukan besar kecilnya nilai akhir yang diterima karyawan setiap bulan. Beberapa di antaranya berkaitan dengan kondisi pribadi dan status kewajiban perpajakan.
Faktor seperti status pernikahan dan jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan turut memengaruhi besarnya potongan Pajak Penghasilan (PPh 21).
Di Indonesia, hal ini diatur melalui sistem Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), yang nilainya akan meningkat seiring dengan bertambahnya tanggungan. Semakin besar nilai PTKP, maka potongan pajaknya pun akan lebih kecil, sehingga jumlah take home pay yang diterima bisa lebih tinggi.
Sebagai ilustrasi, seorang pegawai lajang tanpa tanggungan akan memiliki nilai PTKP lebih rendah dibandingkan rekan yang telah menikah dan memiliki dua anak. Karena nilai PTKP lebih kecil, maka jumlah PPh 21 yang harus dibayarkan menjadi lebih besar, dan secara otomatis, take home pay yang diterima pun lebih sedikit.
Besaran gaji pokok yang diterima karyawan kerap kali dipengaruhi oleh lokasi tempat bekerja, khususnya terkait standar Upah Minimum Provinsi (UMP) atau Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).
Meskipun UMP dan UMK hanya menetapkan batas bawah upah, banyak perusahaan yang menawarkan gaji di atas standar tersebut dengan mempertimbangkan tingkat pengalaman, keahlian, dan posisi jabatan seseorang.
Sebagai contoh, bekerja di Jakarta—yang memiliki UMP lebih tinggi dibanding banyak daerah lain—biasanya membuat karyawan memperoleh gaji pokok yang lebih besar. Hal ini tentu berdampak langsung pada take home pay yang diterima.
Namun, perlu diingat, semakin tinggi penghasilan, maka potensi beban pajak pun ikut meningkat, sehingga nilai bersih yang diterima bisa berbeda-beda tergantung komponen potongannya.
Setiap perusahaan memiliki kebijakan berbeda dalam memberikan tunjangan dan bonus, yang secara signifikan dapat memengaruhi total penghasilan bersih karyawan.
Tunjangan seperti makan, transportasi, kesehatan, hingga tunjangan hari raya, serta bonus tahunan atau bonus berdasarkan performa, menjadi bagian dari komponen pendapatan tambahan yang berkontribusi terhadap besarnya take home pay.
Bekerja di luar jam kerja normal atau lembur bisa memberikan tambahan penghasilan yang memperbesar jumlah take home pay. Namun, perlu dicermati bagaimana perusahaan menentukan tarif lembur, karena setiap tempat kerja bisa memiliki metode perhitungan yang berbeda.
Selain itu, penghasilan dari lembur tetap dikenakan pajak sesuai ketentuan yang berlaku, sehingga nilai akhirnya tidak selalu sepenuhnya diterima secara utuh.
Di samping potongan yang sifatnya wajib seperti BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, serta Pajak Penghasilan (PPh 21), terdapat juga potongan lain yang diterapkan sesuai kebijakan masing-masing perusahaan.
Potongan tersebut bisa berupa iuran dana pensiun, cicilan pinjaman, atau bahkan denda karena pelanggaran tertentu di tempat kerja. Semua potongan ini turut memengaruhi jumlah akhir yang diterima karyawan setiap bulan.
Regulasi dari pemerintah yang berkaitan dengan perpajakan, jaminan sosial, dan upah minimum bisa mengalami perubahan sewaktu-waktu. Setiap pembaruan kebijakan tersebut berpotensi berdampak langsung terhadap penghitungan take home pay.
Oleh karena itu, penting bagi setiap pekerja untuk mengikuti informasi terkini agar dapat menyesuaikan perencanaan keuangan pribadi secara lebih baik.
Setelah memahami pengertian take home pay secara menyeluruh, langkah selanjutnya adalah mengetahui bagaimana cara menghitungnya. Secara garis besar, perhitungan THP melibatkan beberapa elemen yang telah dijelaskan sebelumnya, mulai dari jenis pendapatan hingga berbagai potongan gaji.
Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (30), take home pay adalah total penghasilan bersih yang diterima karyawan berdasarkan kontrak kerja dan kesepakatan bersama perusahaan.
Komponen tersebut mencakup pendapatan rutin seperti gaji pokok dan tunjangan tetap, serta pendapatan tambahan yang bersifat insidental.
Nilai total dari dua jenis pendapatan ini kemudian dikurangi oleh potongan-potongan seperti iuran BPJS, pajak penghasilan, atau kewajiban lain yang dibebankan kepada karyawan.
Secara sederhana, rumus perhitungan take home pay dapat dituliskan sebagai berikut:
Take home pay = (Pendapatan rutin + Pendapatan insidental) - Potongan gaji
Untuk mempermudah pengelolaan keuangan, terutama dalam menelusuri pemasukan dan pengeluaran, disarankan untuk melakukan seluruh transaksi keuangan melalui satu dasbor yang terintegrasi.
Gunakan rekening yang sama untuk menerima penghasilan bulanan dan membayar berbagai tagihan, seperti listrik, PDAM, pulsa, internet, isi e-wallet, hingga transfer antar kerabat atau sahabat.
Dengan cara ini, arus kas dapat dipantau dengan lebih mudah dan transparan. Sebagai solusi praktis, Anda bisa memanfaatkan fitur electronic statement dari Tabungan Berkah Utama iB.
Fitur ini memungkinkan Bank Mega Syariah mengirimkan rekening koran digital langsung ke email pribadi nasabah, sehingga hanya pemilik rekening yang dapat mengakses informasi keuangannya.
Tabungan Berkah Utama iB sendiri adalah produk simpanan berbasis akad wadiah atau mudharabah mutlaqah, tersedia dalam mata uang rupiah maupun dollar, yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan transaksi sekaligus penyimpanan dana secara aman dan efisien.
Untuk informasi selengkapnya silakan kunjungi website Bank Mega Syariah.
Bagikan Berita