25 Agustus 2024 | Tim Bank Mega Syariah
PBB atau Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak wajib bagi masyarakat di Indonesia yang memiliki gedung atau bangunan di Tanah Air. Contoh pajak bumi dan bangunan yang paling umum ialah pajak kepemilikan rumah.
Contoh objek pajak bumi dan bangunan lainnya yakni gedung bertingkat, bangunan untuk usaha hingga pusat perbelanjaan.
Lalu, berapa besaran tarif pajak bumi dan bangunan untuk masing-masing objek pajak? Simak uraian selengkapnya berikut ini.
Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, definisi Pajak Bumi dan Bangunan adalah pungutan wajib yang harus dibayarkan atas keberadaan tanah dan bangunan yang memberikan keuntungan ataupun kedudukan sosial ekonomi untuk pribadi dan badan.
Berdasarkan definisi di atas, maka kepemilikan gedung dan/atau bangunan untuk perorangan atau pribadi yang berdampak untuk kepentingan finansial dan/atau kepentingan sosial wajib mengeluarkan pajak tahunannya.
Objek PBB bersifat kebendaan sehingga nominal pajaknya bergantung ukuran dan kondisi bangunan itu sendiri.
Dasar hukum PBB lainnya tertulis dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Dalam aturan tersebut menjelaskan dua hal, yakni:
Pemerintah kabupaten/kota berwenang untuk melakukan pemungutan PBB di sektor pedesaan atau perkotaan (PBB-P2)
Pemerintah pusat berwenang untuk melakukan pemungutan PBB di sektor Pertambangan, Perhutanan dan Perkebunan (PBB-P3)
Seperti yang sudah disebutkan bahwa subjek pajak bumi dan bangunan terdiri pribadi perorangan atau badan usaha dan/atau lembaga tertentu.
Hal tersebut sudah tertulis dalam Undang-Undang Nomor 12 Pasal 4 Tahun 1985 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
Dalam undang-undang (UU) tersebut tertulis bahwa subjek yang wajib membayar pajak atas bumi dan bangunan ialah perorangan dan badan atau organisasi yang berhak atau mendapatkan manfaat atas tanah dan/atau bangunan.
Sementara itu, cakupan objek yang dikenakan pajak atas kepemilikannya bukan dalam bentuk rumah atau bangunan untuk usaha saja melainkan ada berbagai jenis objek wajib pajak.
Dalam UU PDRD Pasal 77 menyebutkan bahwa objek PB adalah bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh perorangan atau badan. Adapun objek pajak di antaranya:
Objek PBB untuk bumi, seperti ladang, kebun, sawah, pekarangan, tambang, dan tanah
Objek PBB untuk bangunan, seperti rumah tinggal, gedung bertingkat, bangunan usaha, pagar mewah, kolam renang, dan pusat perbelanjaan
Selain itu, ada beberapa jenis tanah dan bangunan yang bebas pajak, di antaranya:
Tanah dan/atau bangunan yang difungsikan oleh pemerintah pusat dan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan
Tanah dan/atau bangunan yang difungsikan untuk pelayanan publik seperti rumah ibadah, kepentingan kesehatan, pendidikan, sosial dan kebudayaan sosial
Tanah dan/atau bangunan yang difungsikan untuk usaha, hutan wisata, peninggalan purbakala dan sejenisnya
Tanah dan/atau bangunan yang difungsikan sebagai hutan suaka alam, taman nasional, hutan lindung dan tanah negara yang belum dibebani hak tertentu
Tanah dan/atau bangunan yang difungsikan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat sesuai asas perlakuan timbal balik
Tanah dan/atau bangunan yang difungsikan oleh badan dan/atau perwakilan lembaga internasional berdasarkan ketetapan Peraturan Menteri Keuangan
Cara menghitung pajak bumi dan bangunan berdasarkan tiga hal yaitu Nilai Jual Objek Kena Pajak (NJOP), Nilai Jual Kena Pajak (NJKP), dan Nilai Jual Objek Tidak Kena Pajak (NJOPTKP).
Namun faktor NJOPTKP hanya berlaku bagi wajib pajak (WP) yang memiliki properti lebih dari satu. Artinya secara umum faktor yang mempengaruhi perhitungan PBB hanya NJOP dan NJKP.
NJOP alias Nilai Jual Objek Pajak adalah rata-rata harga objek tertentu di pasaran saat melakukan transaksi jual beli tanah. Faktor yang mempengaruhi NJOP di antaranya lokasi properti, pemanfaatan, kondisi lingkungan, material bangunan dan tekniknya.
Untuk mengetahui berapa tarif PBB, Anda perlu mengetahui nilai NJOP dari suatu properti, tanah, gedung dan/atau bangunan tersebut.
Kemudian faktor utama perhitungan PBB berdasarkan UU Nomor 12 Pasal 6 Tahun 1985, UU Nomor 12 Tahun 1994 dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2002 yaitu Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).
Dari peraturan tersebut, NJKP adalah nilai persentase berdasarkan nilai jual properti, gedung dan/atau bangunan yang sebenarnya. Nilai persentase NJKP paling rendah 20% dan paling tinggi 100%.
Merujuk dari Keputusan Menteri Keuangan Nomor 201/KMK.04/2000 tentang Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagai Dasar Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan, persentase besaran NJKP berdasarkan:
NJOP di pedesaan atau perkotaan dengan nilai lebih dari Rp 1 miliar memiliki persentase NJKP 40%
NJOP di pedesaan atau perkotaan dengan nilai kurang dari Rp 1 miliar memiliki persentase NJKP 20%
NJOP untuk perkebunan memiliki persentase sebesar 40%
NJOP untuk kehutanan memiliki persentase sebesar 40%
NJOP untuk pertambangan memiliki persentase sebesar 40%
Setelah mengetahui kelompok mana nilai persentase NJKP Anda berdasarkan nilai NJOP-nya, lalu mulai hitung besaran NJKP dengan rumus sebagai berikut:
NJKP = %NJKP x NJOP
Rumus perhitungan PBB telah diatur pemerintah dalam peraturan perundang-undangan. Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD).
Berdasarkan UU HKPD Pasal 41 menyebutkan bahwa tarif PBB-P2 maksimal 0,5%. Sedangkan PBB-P2 berbentuk lahan produksi pangan dan/atau ternak maka tarif pajaknya lebih rendah lagi. Adapun rumusnya sebagai berikut:
PBB = 0,5% x NJKP
Berdasarkan rumus tersebut, Anda bisa memperkirakan berapa bayar pajak yang harus Anda bayarkan setiap tahunnya atas kepemilikan properti, tanah, gedung dan/atau bangunan.
Pemilik properti bisa cek pajak bumi dan bangunan serta pembayarannya secara online melalui aplikasi mobile banking M-Syariah. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
Mengakses dan melakukan login di aplikasi M-Syariah versi terbaru
Memilih menu “Pembayaran” lalu pilih menu “PBB”
Memasukkan Nomor Objek Pajak, wilayah dan tahun pembayaran pajak bumi dan bangunan di kolom yang telah tersedia
Melakukan konfirmasi kesesuaian data yang telah diinput
Bila sudah benar, klik tombol “Bayar”
Memasukkan PIN M-Syariah
Menunggu hingga transaksi pembayaran PBB terverifikasi berhasil dan simpan bukti pembayaran tersebut
Proses pemeriksaan dan pembayaran PBB jadi semakin mudah berkat perkembangan digital perbankan.
Nasabah Bank Mega Syariah juga bisa melakukan pembayaran tagihan lainnya seperti tagihan listrik dan air serta menyalurkan zakat dan donasinya secara online.
Semoga informasi ini bermanfaat, ya!
Bagikan Berita