27 Januari 2025 | Tim Bank Mega Syariah
Di Indonesia, selain Alquran dan hadits terdapat fatwa yang menjadi panduan dan solusi saat terjadi permasalahan di kalangan masyarakat muslim.
Dalam merumuskan fatwa, tidak boleh dilakukan sembarangan tanpa menyertakan ilmu.
Berikut ini penjelasan selengkapnya mengenai dasar hukum penerbitan fatwa, jenis sampai mekanisme penerbitan fatwa.
Berdasarkan asal katanya, bahasa Arab, فتوى atau fatwa adalah pendapat penasehat. Serupa dengan pengertian tersebut, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), fatwa adalah nasihat orang alim atau jawaban dari mufti mengenai suatu masalah.
Mengutip dari situs resmi Kementerian Agama, kedudukan fatwa cukup penting dalam memecahkan persoalan kehidupan dengan solusi yang sesuai ajaran dan syariat agama.
Fatwa menjadi panduan umat Islam untuk menjalani kehidupan berdasarkan nilai-nilai dan aspek keagamaan.
Oleh sebab itu, perumusan fatwa tidak terlepas dari dalil-dalil keagamaan yang bersumber dari Alquran dan As-Sunnah seperti hadits.
Pada dasarnya, fatwa hanya menjadi rumusan atau terjemahan yang masih bersumber dari Alquran, hadits dan ijma’. Landasan hukum untuk menerbitkan fatwa tertulis dalam salah satu ayat Alquran sebagai berikut:
وَمَآ اَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ اِلَّا رِجَالًا نُّوْحِيْٓ اِلَيْهِمْ فَاسْـَٔلُوْٓا اَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَۙ ٤٣
wa mâ arsalnâ ming qablika illâ rijâlan nûḫî ilaihim fas'alû ahladz-dzikri ing kuntum lâ ta‘lamûn.
Artinya: “Kami tidak mengutus sebelum engkau (Nabi Muhammad), melainkan laki-laki yang Kami beri wahyu kepadanya. Maka, bertanyalah kepada orang-orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (QS. An Nahl : 43).
Kemudian, dalam salah satu hadits yang diriwayatkan Abu Daud dan Nasai pun menjelaskan sedikit mengenai fatwa.
Dari Ibnu Abbas ra, bahwa Sa’ad bin Ubadah ra meminta fatwa kepada Rasulullah SAW dan berkata, “Sesungguhnya ibuku meninggal dunia padahal beliau mempunyai kewajiban nadzar yang belum ditunaikannya,” Lalu Rasulullah SAW menjawab, “Tunaikanlah nadzar itu atas nama ibumu,” (HR. Abu Daud dan Nasai).
Jadi, penerapan fatwa bukan hanya di Indonesia saja, melainkan sudah sejak zaman Rasulullah SAW diterbitkannya fatwa sebagai salah satu pedoman hidup umat Islam.
Fatwa diklasifikasikan ke dalam tiga jenis yaitu fatwa qadim atau fatwa klasik, fatwa hukum tetap dan fatwa waris, berikut ini penjelasannya.
Fatwa qadim sering dijadikan rujukan fatwa untuk menyelesaikan permasalahan yang sudah lama ada.
Perumusan fatwa qadim menggunakan rujukan literatur klasik Islam yang diberikan para ulama terdahulu dalam kitab fiqh klasik.
Jenis fatwa hukum tetap diperuntukkan untuk menetapkan suatu hukum yang sama sekali belum pernah dibahas sebelumnya.
Jenis fatwa ini berfungsi menjadi kontrol atas perubahan zaman yang semakin modern sehingga munculnya berbagai permasalahan baru yang belum ada di zaman Nabi SAW.
Fatwa waris merupakan nasihat dan panduan untuk menyelesaikan pembagian harta warisan. Tujuannya agar pembagian harta warisan tersebut adil sesuai syariat Islam.
Selain Alquran dan hadits, fatwa ulama adalah salah satu panduan kehidupan umat Islam di seluruh dunia. Sedangkan fatwa MUI adalah contoh fatwa yang diterapkan di Indonesia berdasarkan tiga unsur tersebut.
Mekanisme perumusan sampai penerbitan fatwa di Indonesia cukup ketat. Sebelum di merumuskan, para ulama yang terpilih untuk menyusun fatwa adalah ulama yang memiliki keilmuan di bidangnya.
Berikut ini syarat dan metode penyusunannya:
Mufti adalah orang yang menerbitkan fatwa. Untuk menjadi seorang mufti, ada sejumlah persyaratan yang harus dimiliki di antaranya:
Memasuki usia dewasa (sudah baligh), dalam keadaan sehat jasmani dan rohani untuk menjalankan tugasnya.
Mampu memahami keilmuan dari Alquran dan As Sunnah tentang ijma’a.
Menguasai ushul fiqh atau metodologi yang berlaku dalam hukum Islam.
Memiliki kemampuan kaidah bahasa Arab.
Memiliki keilmuan mengenai bidang permasalahan yang akan difatwakan.
Mampu dipercaya dan memiliki integritas serta moralitas tinggi untuk menyusun fatwa.
Masih dari situs Kemenag, untuk menerbitkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) memiliki tiga metode pendekatan di antaranya pendekatan nash qathi, pendekatan qauli dan pendekatan manhaji.
Pendekatan nash qathi merupakan metode yang digunakan untuk merumuskan fatwa dengan rujukan Alquran ataupun hadits.
Namun, bila di dalam Alquran atau hadits belum terlalu jelas menemukan solusi atas permasalahan maka bisa menggunakan pendekatan qauli dan manhaji.
Pendekatan qauli merupakan metode yang digunakan untuk merumuskan fatwa berdasarkan rujukan pendapat dari para imam dan ulama mazhab yang tertulis dalam kitab fikih.
Sementara pendekatan manhaji adalah metode perumusan fatwa yang menggunakan pendekatan pola pikir (manhaj al-fikr).
Dalam merumuskan fatwa, para ulama mengikuti metode imam mazhab. Pendekatan manhaji digunakan apabila belum menemukan jawaban setelah melakukan pendekatan nash qathi dan qauli.
Adapun dari segi prosedur penerbitan fatwanya, terdapat empat tahapan yaitu pengajuan proposal fatwa, mempersiapkan bahan kajian, melakukan kajian studi literatur berdasarkan Alquran, kajian hadis ataupun fikih qadim hadis.
Tahapan terakhir yakni focus group discussion (FGD) atau pematangan
Pada dasarnya, fatwa adalah bentuk respons para ulama atas permasalahan yang sedang dihadapi umat Islam setiap fase kehidupannya. Itu berarti, hanya ketika ditemukannya fenomena baru maka para ulama merasa perlu untuk membuat fatwa.
Misalnya kemajuan teknologi di sektor keuangan dan perbankan saat ini, tidak terlepas dari penerbitan fatwa terkait sistem keuangan dan perbankan syariah.
Kendati demikian, fatwa berbeda dengan undang-undang dan peraturan lainnya. Bila seluruh warga negara wajib untuk mematuhi peraturan yang disusun pemerintah, maka fatwa hanya menjadi panduan hidup yang disusun MUI.
Tidak ada sanksi yang berlaku bagi umat Islam yang tidak menjalankan fatwa, akan tetapi sangat dianjurkan bagi umat Islam untuk mempertimbangkan fatwa ketika ingin menyelesaikan permasalahan kehidupan atau menjadi panduan kehidupan.
Temukan berbagai produk perbankan yang sudah sesuai dengan syariah dan Fatwa dari DSN MUI dari Bank Mega Syariah. Bank Mega Syariah sudah diawasi oleh Dewan Pengawas yang terdiri dari tokoh-tokoh yang ahli di bidangnya.
Yuk, miliki produk Bank Mega Syariah untuk berbagai kebutuhan Anda, baik individu maupun bisnis.
Nasabah dapat mengajukan permohonan pembukaan tabungan syariah, pembiayaan syariah untuk properti hingga modal kerja, dan berbagai layanan pendukung lainnya.
Nikmati juga kemudahan bertransaksi melalui mobile banking M-Syariah. Selain melakukan transaksi perbankan, nasabah dapat berdonasi, membayar infaq, sedekah, dan zakat dengan praktis.
Semoga informasi ini bermanfaat, ya!
Bagikan Berita